Tantangan Masyarakat Dalam Pengelolaan Kawasan Hutan BKPH Parung Panjang, Kabupaten Bogor

Kondisi sosial ekonomi masyarakat desa merupakan cerminan dari perkembangan dan ketimpangan yang ada di Indonesia. Meskipun desa memiliki potensi besar dalam sektor pertanian dan sumber daya hutan, banyak desa di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan dalam aspek sosial dan ekonomi. Artikel ini akan membahas mengenai pengelolaan hutan milik PERUM PERHUTANI unit BKPH Parung Panjang Kabupaten Bogor, terkait dengan tantangan yang dihadapi masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi, namun tetap menjaga kelestarian lingkungan.

BKPH (Bagian Kesatuan Pemangku Hutan) Parung Panjang adalah salah satu unit kerja di bawah PERUM PERHUTANI milik BUMN yang memiliki tugas dan wewenang untuk mengelola sumber daya negara di pulau Jawa dan Madura. Luas wilayah hutan yang dikelola BKPH Parung Panjang sekitar 5.365,24 ha dan terbagi menjadi tiga Resort Pemangku Hutan (RPH) yaitu RPH Maribaya, RPH Jagabaya, dan RPH Tenjo.

Masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan hutan BKPH Parung Panjang sebagian besar berprofesi sebagai petani. Aktivitas pertanian yang dilakukan masyarakat melalui sistem Agroforestry, yaitu mengintegrasikan tanaman pertanian dengan tanaman kayu dengan tujuan meningkatkan efisiensi penggunaan lahan dalam kawasan hutan. Tanaman pertanian milik masyarakat akan tumbuh dengan baik di bawah tegakan pohon milik PERUM PERHUTANI.

Hal ini memungkinkan aktivitas pertanian dan kehutanan akan berfungsi secara bersamaan sehingga tidak hanya meningkatkan produktivitas lahan, tetapi juga mengurangi konversi hutan menjadi lahan pertanian yang tidak berkelanjutan. Kelemahannya adalah persaingan unsur hara, ruang tumbuh, dan kebutuhan sinar matahari untuk tanaman pertanian sehingga masyarakat perlu menyesuaikan jenis tanaman yang akan ditanam pada kawasan hutan BKPH Parung Panjang.

Palawija menjadi jenis tanaman yang umum dikembangkan masyarakat sebagai komoditas unggulan, seperti tanaman lengkuas (laja), singkong, serai, dan tanaman padi. Tanaman pertanian lainnya yang ditemukan dalam kawasan hutan BKPH Parung Panjang antara lain kacang tanah, jagung, cabai, kacang panjang, dan tanaman sayur lainnya serta tanaman buah seperti pisang, durian, alpukat, dan lainnya.

Masyarakat membagi komoditas unggulan menjadi dua waktu tanam yaitu jenis tanaman jangka panjang terdiri dari singkong, lengkuas, dan serai yang membutuhkan waktu pertumbuhan cukup lama, namun tahan terhadap perubahan musim. Berbeda dengan tanaman padi sebagai jenis tanaman jangka pendek yang membutuhkan waktu tanam 100 hari atau 3 bulan, namun penanamannya dilakukan sekali dalam setahun. Hal ini karena mengandalkan musim hujan yang terjadi pada bulan November hingga bulan Maret. Ketersediaan air untuk kebutuhan pertanian masih sangat terbatas. Walaupun demikian, beberapa masyarakat memanfaatkan kolam resapan air (situ) dan sumur selama musim kemarau, terutama di kawasan hutan yang tidak memiliki akses langsung ke sumber air pertanian.

Ketersediaan air yang terbatas untuk kebutuhan pertanian menjadi masalah serius bagi masyarakat dalam pengelolaan kawasan hutan BKPH Parung Panjang, terutama untuk jenis tanaman padi yang masih mengandalkan musim hujan. Dampak perubahan iklim menyebabkan ketidakpastian cuaca atau perubahan musim yang tidak menentu, sehingga aktivitas pertanian mengalami kekeringan pada musim kemarau, sementara musim hujan seringkali disertai dengan banjir yang merusak tanaman. Keterbatasan sumber daya air ini mengancam keberlanjutan produksi pertanian masyarakat dalam pengelolaan kawasan hutan BKPH Parung Panjang. Selain itu, alokasi air yang tidak merata antara sektor pertanian, industri, dan kebutuhan domestik juga memperburuk masalah ini. Banyak petani kesulitan mengakses air yang cukup untuk irigasi lahan, yang pada gilirannya menurunkan hasil pertanian dan berdampak pada ketahanan pangan. Kondisi ini memerlukan adanya inovasi dalam pengelolaan sumber daya air agar kebutuhan air untuk aktivitas pertanian tetap terjaga meskipun kondisi air terbatas.

Tantangan lainnya adalah harga jual hasil pertanian yang relatif tidak stabil, terutama pada musim panen. Pasokan yang melimpah tidak sebanding dengan permintaan pasar yang menyebabkan harga turun drastis. Biasanya masyarakat menjual hasil panen kepada tengkulak (pengumpul) atau menjual langsung ke pasar lokal dan industri/pabrik pengolahan hasil pertanian. Selain itu, keterbatasan modal untuk memperoleh bibit unggul, pupuk berkualitas, dan alat atau mesin yang diperlukan untuk meningkatkan produktivitas pertanian. Kondisi inilah yang menyebabkan masyarakat tidak lagi mengandalkan aktivitas pertanian sebagai sumber pendapatan utama, namun mencari penghasilan tambahan dengan bekerja sebagai buruh serabutan.

Ketidakstabilan harga dan keterbatasan modal menjadi tantangan yang serius yang dihadapi masyarakat terhadap aktivitas pertanian pada kawasan hutan BKPH Parung Panjang. Tanpa adanya dukungan finansial yang memadai, masyarakat terpaksa mengandalkan sumber daya yang terbatas. Oleh karena itu, diperlukan solusi seperti penyediaan akses kredit yang lebih mudah bagi petani, stabilisasi harga melalui kebijakan pemerintah, serta peningkatan sistem pemasaran hasil pertanian agar petani dapat mendapatkan harga yang lebih adil.

Scroll to Top